MAJU mundurnya bangsa banyak ditentukan oleh para pemimpin. Sebab
pada hakekatnya pemimpin itu memiliki tanggungjawab, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap masyarakat. Tanggungjawab inilah yang pada
dasarnya terkait dengan moral kepemimpinan. Kehidupan keseharianpun juga
tidak lepas dari bagaimana seseorang melakukan kepemimpinan, baik
terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain.
Karenanya, merebaknya isu akhir-akhir ini, khususnya dalam memilih
pejabat publik melalui Pilkada, kaderisasi, penjen-jangan, tidak
terlepas dari upaya untuk menghadirkan para pemimpin masa depan yang
mampu membawa bangsa Indonesia semakin baldatun toyyibatun warobun
ghofur.
Lao-Tzu, filsafat dari Cina yang hidup pada abad ke enam sebelum
masehi menyatakan seorang pemimpin dalam tingkatannya yang paling baik,
ialah ketika orang-orang nyaris tidak tahta bahwa (a ada. Dalam
tingkatannya yang lebih rendah, ialah ketika orang-orang berpura-pura
taat dan mengelu-elukannya. Dalam tingkatannya yang paling buruk, Ialah
ketika orang mencampakannya apabila orang tersebut sudah tidak lagi
menjadi pemimpin.
Oleh sebab itu untuk menjadi pemimpin pada gallbnya harus disiapkan
dan menyiapkan diri. Tidak seorangpun llba-liba mampu tampil menjadi
pemimpin. Dalam kenyataannya, ada tiga prespektif pemimpin yaitu
Pertama, ada orang yang dilahirkan menjadi pemimpin; Kedua, ada yang
diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin; Ketiga, ada yang sedang
mencari Jalan dan menemukan Jati dirinya untuk menjadi pemimpin.
Sejalan dengan era reformasi yang penuh kelldak pastian, yang
sekaligus penuh dengan dinamika perubahan; karena itu para pemimpin
dituntut siap menghadapi perubahan, mengembangkan potensi kepemimpinan
dalam proses transformasi dinamik. Sebab, orang-orang yang
selaluberusaha maju, berani menghadapi perubahan dan mengembangkan
kemampuan kepemimpinannya, adalah bagian yang sangat penting dari masa
depan dan merupakan sebagian dari moral kepemimpinan. Pengalaman
mengajarkan, bahwa untuk menjadi pemimpin dituntut memiliki beberapa
persyaratan moral kepemimpinan, tidak peduli apakah Ia pemimpin formal
atau non formal. Pertama, memiliki karakter dan jati diri. Kedua hal Ini
adalah kunci untuk suksesnya memimpin, baik untuk sendiri, lingkungan,
organisasi atau bahkan tingkat negara seusai dengan kepemimpinan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Pemahaman tentang karakter dan Jati diri tersebut, mencerminkan apa
yang harus dilaksanakan, membuat pilihan terbaik tentang apa. siapa dan
bagaimana seseorang berfikir, berprilaku dan bertindak, mengambil
tanggung Jawab, memahami dimana ego akan muncul dan mereda, serta
cerminan integritas kepribadian (terhadap keahliannya, Intelektual dan
emosional serta splritualnya dapal berjalan bersama-sama menjadi satu).
Integritas kepribadian tersebut akan membentuk ketinggian diri manusia.
Dengan komitmen seperti Itu minimal orang tidak berbuat semena-mena
dalam menjalankan amanah kepemimpinannya. Dengan kesadaran seperti Itu
diharapkan pemimpin yang bersangkutan tidak akan menabrak rambu-rambu
moral, misalnya melakukan KKN, sekecil apapun hanya untuk memenuhi
ambisi dan kepentingannya.
Kedua, memiliki kemampuan menangani perubahan, ketidakpastian,
keka-lutan, dan kemenduaan/ dualisme (double standart) dalam berbagai
bidang kehidupan. Bagi kepemimpinan nasionaltermasuk menjawab tantangan
bahwa Indonesia, bukanlah termasuk kategori (/ie soft state seperti yang
dikatakan oleh Gunar Myrdal.Ketiga, mempunyai visi kemana suatu
organisasi bergerak. Visi adalah pelita penuntun, karena membantu dalam
membuat alur keputusan. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
mengambil keputusan, cepat, tepat, benar, dengan harga yang terbaik bagi
bangsa dan negara.
Dengan visi, pemimpin memberikan semua Jawaban yang penting dari masa
sekarang ke masa depan. Karena Itu, pemimpin tidak sekedar mengikuti
perubahan, tetapi mewarnai perubahan (dlr-rection setter). berarti
menentukan siapa yang berkata apa, kepada siapa, tentang apa dan tentang
bagaimana rencana dan kegiatan diselesaikan.Keempat, memiliki
seperangkat nilai moral yangjelas. Kepemimpinan tumbuh dari nilai-nilai
yang dipegang oleh para pemimpin. Diantara para pemimpin Itu, yang
terpenting adalah karakter dan integritas moral kepribadian. Bila
seseorang kehilangan karakter dan integritas moral kepribadiannya, maka
kepemimpinannya akan hilang (hancur).
Kelima, mampu melayani yang dipimpin. Lazimnya untuk memulai suatu
pekerjaan, terlalu banyak apa yang diinginkan oleh pemimpin, serta apa
yang Ingin dikerjakan. Tetapi begitu memulai untuk memberdayakan banyak
orang yang juga memiliki kepedulian, terasa ada suatu tanggung Jawab
besar untuk menggerakan organisasi terus maju. Karena Itu, pemimpin
identik dengan tanggung jawab, untuk melayani secara adil, bukan untuk
minta dilayani.Keenam, keterbukaan. Keterbukaan adalah kedewasaan
berfikir, bertindak dari berpribadian. Keterbukaan merupakan saduan dari
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dan kecerdasan pikirannya
sekaligus.
Ketujuh, kepercayaan. Kepercayaan ada-lah lem emosional yang mengikat
anggota dan pemimpin secara bersama-sama. Akumulasi kepercayaan adalah
suatu ukuran legitimasi kepemimpinan, yang tidak dapat dlmandatkan atau
diperjual belikan. Kepercayaan adalah rumusan dasar dari semua kebutuhan
untuk mempertahankan eksistensi intltusi.Kedelapan, mampu menggunakan
kekuasaan dengan bijak. Pemimpin Itu penata layan dan pengguna kekuasaan
(power) secara bijaksana (wisdom). Ia beroperasi pada lingkup keadilan
kecerdasan akal, emotional, spiritual, dan moral, komitmen, dan
aspirasi.
Naluri seorang pemimpin seharusnya adalah menyukai perubahan
(change). Agar berhasil menjadi agent of change. seorang pemimpin harus
memiliki konsep kepemimpinan yang menonjol dalam hal keterarahan.
membangun tim, ketaula-danan. Sebab Ia adalah panutan dan bukan
menggunakan kekuasaannya semena-mena dan kepemihakan atau melacurkan
diri untuk kepentingan yang bertolak dengan kebutuhan kebersamaan. Inti
dari pouierdan wisdom Ini adalah membangun kemajuan secara berkeadilan
dansejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar